MANDALIKANEWS.ID | DEPOK — Komite IV DPD RI berupaya mendapatkan informasi dan alternatif kebijakan pengelolaan aset daerah. Hal itu mengemuka dalam Kunjungan Kerja Komite IV DPD RI bersama Pemerintah Kota Depok dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jawa Barat.
Kunjungan kerja tersebut dilaksanakan dalam rangka penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Aset Daerah.
Amang Syafrudin, Ketua Komite IV DPD RI sekaligus Senator DPD RI dari Provinsi Jawa Barat, dalam sambutannya menyampaikan bahwa, “Kita ingin aset kita betul-betul memberdayakan” tegasnya sejak awal.
Terlebih, lanjutnya, total valuasi aset kita secara nasional bernilai Rp 22 triliun. Oleh karena itu, Amang ingin mendapatkan informasi dan alternatif kebijakan terkait kendala pengelolaan aset daerah dari para pemangku kepentingan.
Di samping itu, Amang juga menjelaskan, “aset negara diharapkan dapat digunakan untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat”. Oleh karena itu, tutupnya, salah satu prinsip yang Komite IV DPD RI kembangkan dalam penyusunan RUU ini adalah menjadi solusi yang memudahkan, bukan solusi yang menyulitkan.
Wakil Walikota Kota Depok, Imam Budi Hartono, menyebutkan salah satu permasalahan pengelolaan aset daerah adalah sertifikasi aset yang masih mandek. Penyebabnya, menurut Imam, adalah, “Aset sudah ada dimiliki pemda sejak negara belum berdiri”.
Selain itu, Imam juga menyampaikan persoalan antar kewenangan dalam pengelolaan aset. Beliau memberikan contoh, “Kesulitan kami adalah ketika ada penyerahan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, mekanismenya terlalu sulit. Contohnya adalah penyerahan aset PT Timah di Kota Depok kepada Pemerintah Kota Depok”.
Selain itu, Imam juga menyoroti perihal kepatuhan pemerintah pusat atas pembayaran PBB kepada pemerintah kota Depok.
Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset dan Daerah (BPAKD) Provinsi Jawa Barat, Nanin Hayani Adam, menyebutkan bahwa, ”Adanya RUU ini membuat kami bisa memberikan masukan (terkait pengelolaan aset daerah) sehingga dalam implementasinya mampu membantu pemerintah daerah dalam mengelola aset daerah”.
Salah satu contohnya, menurut Nanin, adalah tanah kas desa yang digunakan untuk sekolah. Padahal, tanah kas desa memiliki aturan tersendiri.
“Tanah kas desa agar dihibahkan ke provinsi, karena apabila tukar menukar, kami ga siap sebagaimana aturannya,” ujarnya menerangkan lebih detail.
Kepala Bidang Pengelolaan BMD, BPKAD Provinsi Jawa Barat, Aris Dwi Subiantoro, menyammpaikan bahwa Pemprov Jawa Barat sudah memiliki sejumlah aturan turunan terkait pengelolaan aset daerah, diantaranya Perda nomor 3 tahun 2019 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Dalam hal aturan turunan tentang pengelolaan aset daerah tersebut, Aris menuturkan, “Saat ini sedang diselesaikan pergub tentang pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan aset daerah”.
Terkait dengan usulan atas RUU Pengelolaan Aset Daerah, Aris memberikan sejumlah usulan pengaturan, diantaranya adalah terkait penataan terhadap pembagian kewenangan pada pengelolaan aset daerah. Pasalnya selama ini, menurutnya, “layanan jadi terhambat karena prosesnya cukup lama”.
Dengan adanya usulan tersebut, lanjutnya, “Memotong waktu proses kekuasaan pengelolaan aset dan delegasi tugas yang lebih baik”. Di samping itu, Aris juga mengusulkan agar adanya peningkatan jumlah formasi penilai aset karena Pemprov Jawa Barat hanya memiliki 1 orang penilai aset.
Kepala BPKAD Kota Depok, Wahid Suryono, menyambut baik inisiatif DPD RI atas adanya RUU Pengelolaan Aset Daerah. Kemudian, Wahid menyampaikan permasalahan penguasaan dan kepemilikan aset di Kota Depok.
“Ketika kami berpisah dari Kabupaten Bogor, kami mendapatkan pelimpahan aset dari Pemkab bogor. Kami hanya mendapatkan secarik kertas. Di kemudian hari, seringkali menjadi sengketa” terangnya kepada seluruh peserta terkait permasalahan pengelolaan aset Kota Depok sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Bogor.
Selanjutnya, Wahid menjelaskan hal yang lebih rumit terkait sengketa yang terdiri dari dua kategori, yaitu sengketa dengan daerah lain dan sengketa dengan pihak ketiga atau masyarakat.
“Terkait sengketa dengan daerah lain, ketika Depok dimekarkan dari Kabupaten Bogor, Pemkab Bogor tidak menyerahkan semuanya, tetapi ada satu lahan bidang yang tidak diserahkan. Kemudian, Pemkab Bogor membuat kerjasama pada lahan tersebut dengan pihak ketiga” menjelaskan kronologi yang menyebabkan pengelolaan salah satu aset pemerintah Kota Depok saat ini menjadi bermasalah.
Oleh karena itu, usulnya pada RUU Pengelolaan Aset Daerah, “Pengaturan antar kewenangan harus jelas” tegasnya.
Inspektorat Daerah Kota Depok, Firmanuddin, mengatakan bahwa pengelolaan aset daerah harus memenuhi 3 tertib, “administrasi, hukum, dan fisik” katanya.
Tertib administrasi agar aset dicatat dan dilengkapi dengan bukti kepemilikan. Tertib hukum agar tidak ada okupasi atas aset tersebut. Tertib fisik agar asetnya diamankan.
Beliau mengusulkan, “DPD RI mendorong pemerintah pusat untuk membantu Pemda melengkapi dokumen kepemilikan aset yang diserahkan”. Lebih lanjut darinya, terkait dengan usulan konkret pada RUU Pengelolaan Aset Daerah “Ada klausul yang membantu daerah agar mempercepat proses administrasi”.
Kunjungan kerja tersebut ditutup oleh Ketua Komite IV DPD RI, Amang Syafrudin, yang menyampaikan rasa terima kasih kepada Pemerintah Kota Depok terkait gambaran pengelolaan aset daerah di Kota Depok dan menyampaikan sejumlah usulan atas RUU Pengelolaan Aset Daerah.(hms).