Oleh : Pinto Janir
Berlapis lapis narasi sudah dikemas rapi rapi. Bagai peluru sudah ditembakkan ke sana ke mari.
Darderdor.
Bum.
Tungtang!
Berlakak lakak bunyinya. Berlaput laput. Yang kena jantung hati sendiri. Perut merumas. Gacar tiba. Bibir pucat, stress mengancam pula. Kalau tidak hati hati, bisa pecah pembuluh darah.
Gawat!
Tampaknya berbagai cara telah dilakukan. Dilakukan sehabis habis daya. Sehabis habis main. Akhirnya, main habis. Habis main. Jangan sampai jadi tenggen sendiri.
Tiap ditembakkan, tiap melantun juga. Tiap ditepuk, nan kena muka sendiri.
Segala gala sudah dibawa bawa ikut serta. Sudah berbuih buih mulut mengucap sebut.
Air, tanah, langit, bumi, api, karang, lumut, angin. Bahkan, " malaikat" serta "Imam Mahdi" serta surga neraka sudah pula disebut sebut.
Dari satu mimbar ke mimbar lain. Segala kata sudah dirangkai seindah puisi bagai, tapi yang tercipta mengapa kok bau busuk bangkai?
Dulu sibuk mengkafir-kafirkan orang yang tak sependapat. Sekarang main cara baru. Diksinya, mempandir-pandirkan. Membodoh bodohkan.
Yang tak sependapat, lawan dengan satu kata: " Bodoh! ".
Tapi tenang saja, hidup penuh dengan segala 2. Ada hitam, ada putih. Ada susah, ada senang. Ada kalah, ada menang.
Yang kalah jangan berang berang. Jangan nuduh orang bermain curang.
Yang menang, jangan tagir menghangat hangatkan orang. Bergawa nanti.
Olala, demokrasi itu sikapi dengan lapang hati, lapang dada, lapang tengkorak.
Dalam hati yang bersih, terdapat pikiran yang jernih.
Ssst, perjernih pikiran, perbersih hati untuk hidup yang lebih berarti.
Kita bersaudara. Pemilu hanya sementara.
Jangan takut berlebih lebihan. Negara besar ini sudah siap dengan sistem.
Tekhnologi sudah maju. Orang tak gampang dikicuh atau ditipu tipu.
Biar tak makan kicuh, pakancang literasi. Jangan membaca dengan emosi. Apalagi mengaca dan bercermin dengan segala keegoan diri.
Berbeda pilihan itu tanda manusia punya otak dan hati, pikiran dan rasa.
Itu, biasa!
Tiap kita punya sudut pandang masing masing. Semua sudut beralas pengetahuan, kepercayaan dan keyakinan masing masing.
Jangan anggap diri lebih pintar dan orang lain lebih pandir dan bodoh bila tak sependapat dengan kita. Bila berbeda pilihan, jangan anggap orang lain penghuni neraka, sementara kita pemegang "kunci" surga!
Untuk jadi besar tak harus mengecil ngecilkan orang. Untuk jadi terang tak harus meniup lampu orang. Untuk dikira tinggi, tak harus merendah rendahkan orang. Untuk disangka hebat, tak harus menghina hina, mencaci maki dan menghujat ke sana kemari.
Untuk merasa paling benar tak harus mencari cari kesalahan orang lain dengan emosi bersijadi.
Kita sama sama berpikir dan sama sama memiliki cinta yang besar pada Indonesia. Sama sama ingin ikut membangun bangsa. Cinta dan rindu kita sama sama besar pada Indonesia.
Mari kita sikapi demokrasi dengan jiwa besar...
Bukan dengan merasa lebih besar sendiri, lebih hebat sendiri, lebih taat sendiri... Lebih paling alim sendiri....
Selamat berdemokrasi!
Perkuat solidaritas dan tenggang rasa. Saling menghargai, saling menghormati adalah salah satu jalan kemulian berbangsa dan bernegara.
Selamat menentukan dan menetapkan buah pikir selaras hati!