Jangan sampai kepala terantuk, terbentur tak berbentuk.
Carilah tempat benturan yang membuat kita gagah dalam berbagai keterantukkan.
Sehingga, begitu jatuh, bangkit kembalinya gagah.
Bukan dengan berdarah darah!
Untuk itu, pekerjaan yang tak ada dalam pangana, usahlah diawai-awai jua.
Percuma.
Buang-buang usia saja!
Hidup bukan untuk diajan ajankan. Hidup adalah cara langkah mencari jalan pikiran untuk tempat yang lebih baik.
Pekerjaan yang tak ada dalam pikiran, usahlah diteruskan!
Hentikan.
Petaka itu.
Bila mimpi adalah sinyal, maka impian adalah harapan.
Mimpi dan impian harus besar. Soalnya, mana ada ikan besar yang hidup di kolam dangkal.
Mimpi dan impian, selaraskan dengan bayang bayang badan.
Selagi kita tak mampu bermaaf maafan dengan diri sendiri. Dengan jiwa. Dengan ruh. Dengan sukma. Dengan raga. Dengan kaki. Dengan tangan. Dengan mata. Dengan telinga. Niscayailah, kita akan selalu menganggap dan merasakan bahwa kitalah yang paling benar.
Ingat, baik di alam kecil ( batang tubuh) maupun di alam besar ( semesta) kita tidak pernah benar benar sendiri.
Ukuran kebaikan itu relatif. Ukuran kebijaksanaan normatif. Sementara, kebajikan adalah budi yang diteladani. Maqomnya, lebih mulia dari sekedar
" kebaikan" .
Ujung penghabisan dari usaha kita untuk selalu berbuat baik kepada siapapun adalah " kebaikan" itu sendiri. Ia akan dibuktikan oleh proses waktu.
Tak ada dalam kamusnya perbuatan baik akan menghasilkan sesuatu yang buruk. Tak ada itu.
" Saya sudah berbuat baik, tapi mengapa buruk juga yang saya dapatkan! "
Jangan vonis dirimu begitu. Suatu kali, gelarperkarakan hidupmu. Sidang ia dengan baik baik. Ajak jiwa. Ajak ruh. Ajak raga. Ajak sukma. Ajak tangan. Ajak kaki. Ajak otak. Ajak hati. Ajak segala yang ada di batang tubuhmu untuk " gelar perkara ini".
Tak boleh saling serang. Tak boleh saling menyudutkan. Tak boleh saling mencaci maki. Yang boleh adalah saling mengkaji dan mengaji . Objeknya " diri".
Diri sendiri jangan terlalu sering disalah-salahkan, disudut-sudutkan. Kalau terlalu sering disalahkan atau disudutkan, nanti ia akan putus asa pada kepercayaan.
Akhirnya, diri menjadi kehilangan kepercayaan. Ia tak akan mampu menegakkan kepala. Ia akan tersungkur di tiap ruang, karena ia menganggap bahwa ia tak lebih dari sampah kuaci!
Sayangilah diri, tapi dengan segala kerendah-hatian. Bila ia salah, tak perlu dibela. Sadarkan ia dengan kajian, pengertian dan pemahaman.
Jangan jatuhkan ia di depan para diri diri lain yang berdiri. Jaga tempat tegak berdiri. Jaga tempat bicara dengan menahan diri. Simaklah.
Bertahanlah di saat kuat dan " menyerang" di saat tepat. Ketika salah ruang; mundur dengan hormat.
Ya...
Hukum alam, kebaikan akan berbalas kemuliaan. Bukan kehinaan.
Untuk itulah orang mati matian mempertaruhkan nyawanya hanya untuk membuktikan bahwa yang ia sampai kan adalah kebenaran.
Saat itu, ia disebut sebagai " pejuang" kehidupan yang melaksanakan " jihad" diri di atas dunia.
Ia berikhtiar sungguh sungguh untuk keluarga. Ia berikhtiar sungguh sungguh untuk menegakkan kebenaran. Kebenaran.
Ya, kebenaran!
Jihad. Ya, jihad!
Allahu akbar.
Lepaskan ego keakuan. Rendahkan hati serendah rendahnya, sampai kau tahu " apa itu makna kemuliaan".
Jangan kutuk doa.
Kadangkala, keadilan itu ada justru ketika kita merasa diperlakukan tidak adil..!
Salam kemanusiaan dalam segala kerendah-hatian yang memanusiakan kita menuju tempat yang paling mulia!
Menjadi manusia tak harus menjadi dan seperti malaikat. Tak harus menjadi dan seperti setan. Tapi, tetaplah dengan segala " keharusan " berbasis otak, hati yang melahirkan pikiran dan rasa dalam kebijaksanaan akal yang tak pernah salah!
Tak perlu pongah atau keras kepala.Apalagi keras hati yang berlebihan dan keras hangok yang tak dapat ditagah.
Sekali waktu, ajak telinga dan mata menyimak dalam ketulusan.
Ingat, hidup bukan soal berani atau tidak berani . Hidup adalah soal perhitungan selaras nyali!
Dunia kaji. Akhirat 'ngaji'.
Jangan terlalu banyak melihat. Penglihatan tergantung optik mata. Optik mata itu
" menipu"
Perbanyaklah memandang. Karena, pandangan tak pernah tertipu dengan penglihatan.
Melihat, medianya mata.
Memandang, medianya pikiran dan hati.
Di manapun kau memandang, tak akan pernah ada fenomena persepsi!
Salam sekali lagi.
Salam alam dalam damai nan menyejukkan.