MANDALIKANEWS.ID | JIMBARAN — Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) terkait pengawasan atas Undang-Undang Nomor 19 tahun 2023 tentang APBN 2024 yang difokuskan pada transfer ke daerah (TKD) dan pertimbangan DPD RI terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang APBN TA 2025. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Jimbaran, Denpasar, Bali, Senin 26 Agustus 2024.
Dr. Made Mangku Pastika, M.M., Anggota Komite IV DPD RI menyampaikan dalam sambutan beliau bahwa FGD Komite IV mengambil tema Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2023 Tentang APBN Tahun Anggaran 2024 yang difokuskan pada Transfer ke Daerah dan Pembahasan RUU APBN Tahun Anggaran 2025.
“Agar daerah kuat, maka pemerintah harus memperbanyak porsi APBN untuk daerah, perjuangan DPD RI ke depan adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas APBN yang ditransfer ke daerah,” ucap Senator DPD RI dari Provinsi Bali tersebut.
Ketua Komite IV DPD RI, Dr. KH. Amang Syafrudin, Lc dalam sambutannya menyampaikan bahwa tahun 2024 Indonesia menghadapi berbagai kondisi dan tantangan global yang dihadapi kedepan.
“Dalam situasi tersebut, pemerintah memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia tahun 2024 mampu tumbuh 5,2 persen sebagaimna disampaikan dalam Asumsi Dasar Ekonomi Makro pada RAPBN 2024,” ucap Senator dari Provinsi Jawa Barat tersebut.
Novita Anakotta, SH., MH., Wakil Ketua Komite IV DPD RI menyampaikan bahwa bahwa salah satu fungsi Komite IV DPD RI adalah memberikan pertimbangan terhadap APBN.
“Tanggal 16 Agustus yang lalu Presiden sudah menyampaikan nota keuangan dan RUU APBN 2025, oleh sebab itu Komite IV DPD RI melakukan pengawasan dan memberikan pertimbangan atas RUU APBN 2025 tersebut, berdasarkan hal itu Komite IV DPD RI mengadakan FGD ini,” jelas Senator DPD RI dari Provinsi Maluku tersebut.
Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Drs. Dewa Made Indra, M.Si. menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas kegiatan yang dilaksanakan Komite IV DPD RI di Provinsi Bali,
“Mudah-mudahan berbagai persoalan mengenai TKD bisa dibahas secara bersama baik sebagai evaluasi bagi kegiatan yang sudah berjalan ataupun sebagai masukan bagi kegiatan yang akan dijalankan,” ucap Drs. Dewa Made Indra, M.Si.
Lebih jauh Sekretaris Daerah Provinsi Bali tersebut menyampaikan bahwa pendapatan fiskal daerah hampir didominasi oleh dana transfer ke daerah (TKD) dengan berbagai turunannya.
“Di Provinsi Bali pendapatan daerah relatif otonom dari sisi pendanaan, kompisisi kekuatan fiskal daerah dan transfer ke daerah lebih berimbang, bahkan ada salah satu daerah yaitu Kabupaten Badung yang PAD-nya lebih tinggi dibanding dana TKD yang diterimanya, tetapi sebagian besar kabupaten yang lain PAD nya masih di bawah TKD yang diterimanya,” jelas Drs. Dewa Made Indra, M.Si.
Persoalan yang dihadapi daerah terkait TKD adalah pertama, kurang cermat dalam proses perencanaan sehingga dalam pelaksanaannya sering terjadi keterlambatan, kedua soal Dana Alokasi Umum (DAU) yang sebenarnya sebagai block grand, tapi sekarang DAU seperti rasa specific grant. Hal ini karena DAU diarahkan untuk membayar PPPK, pemerintah pusat yang memerintahkan penerimaan PPPK tapi sampai hari ini belum ada arahan akan ada tambahan anggaran DAU untuk daerah, ini masih menjadi keprihatinan daerah.
Ketiga masalah lain dalam TKD seperti DAK yang juknisnya sebagiannya dikirim ke daerah sangat terlambat, sehingga Pemda harus melakukan penyesuaian-penyuasaian terhadap APBD. Selain itu juga masih sering terjadi perubahan nomenklatur dan kodefikasi sehingga harus dilakukan penyesuaian di pertengahan.
Terkait hal itu Sekretaris Daerah Provinsi Bali menyampaikan solusi yaitu Pemda perlu menyusun dan menghitung kebutuhan belanja secara lebih cermat sesuai dengan kebutuhan riil serta menyiapkan data dukung yang lengkap. Kedua, berkoordinasi secara lebih intensif dengan Kementerian terkait, dan ketiga segera melakukan penyesuaian terhadap perubahan nomeklatur dan kodefikasi.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Bali, Muhamad Mufti Arkan, SE, SST.Ak., M.Acc., CFP, AWP., menyampaikan kinerja penyaluran APBN dan APBD di Provinsi Bali hingga Juli 2024 menunjukkan perkembangan positif dengan peningkatan pendapatan dan belanja negara, meskipun masih terdapat defisit anggaran. Pemerintah Provinsi Bali terus berupaya untuk meningkatkan efektivitas penyaluran anggaran guna mendorong pembangunan di daerah ini.
“Kinerja penyaluran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga bulan Juli 2024 menunjukkan bahwa pendapatan negara di Provinsi Bali mencapai Rp12,22 triliun atau meningkat sebesar 22,9% secara year-on-year (YoY). Di sisi lain, belanja negara mencapai Rp13,40 triliun, yang juga mengalami peningkatan sebesar 9,9% YoY.,” jelas Muhamad Mufti Arkan, SE, SST.Ak., M.Acc., CFP, AWP.
Akademisi dari Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Udayana, Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE, M.Si., menegaskan bahwa kebijakan fiskal melalui APBN 2024 difokuskan pada optimalisasi pendapatan negara dan efisiensi belanja negara untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Beliau juga menyoroti pentingnya harmonisasi belanja pusat dan daerah, serta peningkatan akuntabilitas dalam pengelolaan dana transfer ke daerah.
“APBN seharusnya disusun dengan mempertimbangkan optimalisasi pendapatan negara, terus menjadi bagian komponen utama dari reformasi fiskal yang digulirkan oleh pemerintah. Kebijakan optimalisasi terus dilakukan dengan senantiasa menjaga iklim investasi dan usaha yang tetap kondusif serta keberlanjutan dan kelestarian lingkungan,” jelas Dosen FEB, Universitas Udayana, Bali, tersebut.
Lebih jauh I Nyoman Mahaendra Yasa menyampaikan Belanja Negara sebagai salah satu instrumen fiskal berperan penting dalam menggerakkan perekonomian nasional secara optimal ditengah dinamika perekonomian baik global maupun domestik. Komposisi belanja negara harus dijaga tetap sehat namun responsif sehingga mampu beradaptasi dengan kondisi yang dinamis dengan tetap mendukung proses pembangunan nasional dan memperkuat daya saing.
“Kebijakan fiskal melalui APBN selalu diarahkan untuk menjalankan 3 fungsi utama, yaitu: fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi,” ucap I Nyoman Mahaendra Yasa.
Pelaksanaan FGD ini diharapkan dapat memperoleh masukan dan informasi dari berbagai stakeholders di Daerah agar dapat ditindaklanjuti oleh Komite IV DPD dalam rangka inventarisasi materi penyusunan Pertimbangan DPD terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2025 yang akan disampaikan kepada DPR sebagai bahan masukan dan pertimbangan, sekaligus melihat sejauh mana pelaksanan APBN Tahun Anggaran 2025 khususnya di Provinsi Bali. (*)