-->
  • Jelajahi

    Copyright © MANDALIKANews.ID | BAROMETER INDONESIA
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Latest News

    Pemajuan Kebudayaan Era Baru Sawahlunto // Oleh Yogi Andika Hendraliza *

    MandalikaNews.id
    Jumat, 07 Februari 2025, 16:24 WIB Last Updated 2025-02-09T02:22:13Z

    Yogi Andika Hendraliza


    “Kebudayaan itu seperti gerimis. Berisik, tapi airnya sedikit.”

    Pernyataan di atas pernah disampaikan oleh Kusen Alifah Hadi, Ketua Pengurus Koalisi Seni Indonesia dalam Lokakarya Pemajuan Kebudayaan Desa Gelombang III yang dilaksanakan pada tanggal 8 – 10 Juni 2021 yang lalu di Kota Jakarta.


     Saat itu beliau menjadi salah satu fasilitator yang membekali saya dan peserta peserta lainnya, para Pendamping Kebudayaan Desa, dalam salah satu program prioritas Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud RI, yakni Program Pemajuan Kebudayaan Desa. 


    Pernyataan satir tersebut agaknya masih sangat relevan dengan situasi dan kondisi upaya Pemajuan Kebudayaan saat ini. Setidaknya dalam perhelatan pilkada serentak tidak jarang kita dengar, baca atau temukan visi misi calon kepala daerah yang dengan penuh keyakinan selalu mereka sampaikan meskipun tidak sepenuhnya gamblang atau justru tercampur aduk dengan narasi kepariwisataan. 


    Tidak terkecuali pada kontestasi pemilihan Kepala Daerah Kota Sawahlunto tahun 2024 yang lalu. Kedua pasang calon Walikota dan Wakil Walikota, dalam rumusan visi dan misi mereka yang dipublikasikan oleh KPU Kota Sawahlunto, tertulis jelas penggunaan diksi-diksi sosial budaya, warisan budaya dan seni. Dalam sesi debat publik pertama Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Sawahlunto pun mereka kembali beradu gagasan dalam narasi-narasi kebudayan seperti; event seni, kelompok seni, objek pemajuan kebudayaan (OPK), museum dan sebagainya.


    Era Baru telah dimulai. Walikota dan Wakil Walikota Sawahlunto definitif sebentar lagi akan dilantik dan Riyanda Jeffry akan mengemban amanah masyarakat Kota Sawahlunto, untuk menjadikan Kota Sawahlunto menjadi Kota Wisata Yang Estetik, Futuristik, Hidup dan Menghidupi. Begitulah narasi visi pasangan kepala daerah muda ini. Sedangkan Visi Kota Sawahlunto sebagai Kota Wisata Tambang Berbudaya Kelas Dunia yang maju dan Berkelanjutan menjadi tantangan nyata yang butuh usaha konkret untuk mewujudkannya.


     Menarik untuk menanti kiprah pasangan kepala daerah ini terutama dalam pembangunan kebudayaan yang selama ini juga selalu menjadi objek dalam berbagai narasi-narasi populis di berbagai media. Langkah-langkah ideal sudah semestinya dilakukan agar tidak menjadi gerimis dan sekedar populis.

    Kebudayaan Core Pembangunan. 

    Meski kedua kepala daerah tersebut bukan berlatar belakang pendidikan  di bidang Humaniora, namun sudah semestinya kebudayaan menjadi core dalam pembangunan di Kota Sawahlunto, karena bidang ini meliputi unsur-unsur kehidupan masyarakat yang sangat luas.


     Kebudayaan menembus batas ruang, batas waktu (sejarah dan masa depan) hingga berbagai nilai dan wujud ekspresinya, yang selama ini justru terbelenggu pada ekspresi seni dan adat istiadat tradisional saja.


    Pendapat serupa juga disampaikan oleh Purnawan Andra (2024), seorang Pamong Budaya di KEMENDIKBUDRISTEK, bahwasanya potensi kebudayaan sebagai modal pembangunan telah disuarakan oleh berbagai pihak. Andra dalam artikel yang sama juga menegaskan, “kebudayaan sebagai panglima adalah keniscayaan. Hal ini mesti terwujud dalam strategi politik membangun peradaban bangsa melalui jalan kebudayaan.”


    Kebudayaan sebagai core atau panglima dapat kita dimaknai seperti pandangan yang disampaikan oleh Lono Simatupang, seorang Antropolog sekaligus akademisi Falkutas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dalam artikelnya yang berjudul; “Negara, Kebijakan Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata: Perspektif Antropologi Budaya”. 


    Beliau berpendapat; “Kebudayaan seyogyanya diletakkan sebagai perspektif _ bukan program, apalagi proyek_ dan diterapkan pada semua sektor pemerintahan sehingga pelaksanaan peran-peran pemerintah dalam pengembangan kebudayaan dan kesenian seyogyanya bersifat lintas sektoral. 


    Sifat lintas sektoral tersebut tidak hanya berlaku pada tataran program, namun juga dalam pendanaan dan pelaksanaan.”


    Payung hukum pembangunan kebudayaan telah diwariskan oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam wujud Undang-Undang nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Ditambah pula berbagai aturan turunan lainnya seperti Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri serta berbagai dokumen pedoman lainnya, seperti Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) baik tingkat Kota/Kabupaten maupun provinsi, Dokumen Strategi Kebudayaan dan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan yang juga dalam wujud Peraturan Presiden.


    Wadah organisasi pelaksananya pun sejak tahun 2017 telah dibentuk  oleh Pemerintah Kota Sawahlunto dalam sebuah Dinas Kebudayaan, Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman yang kemudian bertukar menjadi Dinas Kebudayaan di akhir tahun 2022 yang lalu. 


    Hal ini semakin diperkuat dengan dibentuknya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bernomenklatur Kebudayaan di tingkat Provinsi Sumatera Barat, dan terakhir juga telah dibentuk pula Kementerian Kebudayaan oleh Pemerintahan Presiden Prabowo.


     Keseluruhan organisasi tersebut semestinya menjadi kanal koordinasi upaya Pemajuan Kebudayaan yang menguntungkan bagi Pemerintahan Daerah Kota Sawahlunto.

    Warisan Budaya Sebagai Modal. 

     Sebagai kota industri pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, Sawahlunto memiliki nilai universal luar biasa yang pada tanggal 6 Juli 2019 lalu telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) di Kota Baku, Azerbaijan. Salain Kawasan Cagar Budaya Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) ada banyak pula cagar-budaya atribut dari Warisan Dunia tersebut.


    Tidak hanya kekayaan cagar budaya, Sawahlunto juga menyimpan banyak warisan budaya tak benda (intangible) yang menjadi kesatuan dengan potensi cagar budaya sebagaimana dijelaskan di atas. 


    Setidaknya ada 4 (empat) Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) dari Kota Sawahlunto yang telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda tingkat Nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di antaranya adalah: 1) Songket Silungkang; 2) Bahasa Tangsi; 3) Lomang Tungkek, dan 4) Talempong Batuang. Lalu masih ada ratusan lagi potensi budaya OPK yang telah berhasil diidentifikasi oleh Dinas Kebudayaan Kota Sawahlunto hingga saat ini.


    Langkah krusial pertama berkenaan dengan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) Kebudayaan, Pranata Budaya serta Lembaga Budaya untuk dapat ditingkatkan jumlah dan mutunya melalui: 1) pendidikan dan pelatihan; 2) standarisasi dan sertifikasi kompetensi sesuai kebutuhan dan tuntutan; dan 3) peningkatan kapasitas dan tata kelola lembaga dan pranata kebudayaan.


     Dengan peningkatan jumlah dan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Kebudayaan, Pranata Budaya serta Lembaga Budaya tentu akan meningkatkan kompetensi dan daya saing para pelaku kebudayaan. Karena Sumber Daya Manusia (SDM) Kebudayaan, Pranata Budaya serta Lembaga Budaya tersebutlah yang menjadi garda terdepan sekaligus benteng terakhir penjaga kebudayaan kita serta dapat membersamai program-progam kebudayaan yang digagas oleh pemerintah


    Selanjutnya masyarakat butuh langkah-langkah kongkrit untuk mendapatkan manfaat dari apa yang telah mereka investasikan dan wariskan turun-temurun sejak niniak jo mamak (baca: nenek moyang) mereka, tentunya untuk memwujudkan dan mewariskan kehidupan berbudaya yang berkelanjutan. 


    Di dalam harapan mereka terkandung kewajiban pemerintah untuk menjaga keberlangsungannya, mengembangkan dengan menjaga ekosistemnya, serta mewujudkan kesejahteraan melalui pemanfaatan dan pengembangan ekonomi berbasis budaya dengan strategi politik kebudayaan. 


    Politik kebudayaan yang dimaksud, menurut Purnawan Andra (2024) yakni orientasi nilai bagi negara dalam kebijakan politik yang berpihak pada budaya bangsa dan kepentingan warga negara.


     Hal lebih jauh juga diungkapkan Garin Nugroho dalam Pidato Kebudayaannya pada perayaan ulang tahun Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki di Graha Bhakti Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta pada 10 November 2024 yang lalu. Garin (2024) mengungkapkan bahwa pemerintah seharusnya mampu mewujudkan seni dan budaya sebagai hak asasi yang sejajar dengan hak politik dan hak ekonomi. 


    Hak atas budaya dan seni merupakan hak dasar masyarakat sipil yang wajib didukung, dikembangkan, dilindungi dan diberi ruang untuk tumbuh subur dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa. Inilah langkah krusial kedua yang mesti kita tempuh bersama.


    Respon Imajinasi Budaya


    Seluruh Warisan Budaya yang telah diakui di tingkat nasional maupun dunia harus segera direspon guna mewujudkan manfaatnya. Pengakuan negara melalui Kemendikbud dan dunia melalui UNESCO terhadap warisan budaya bukanlah sebuah reward yang mendatangkan hadiah (baca; dana) atau pun beragam fasilitas dari lembaga-lembaga pengampu budaya tersebut.


     WTBOS harus direspon sebagai sebuah momentum untuk pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.


    Respon program dari Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto menjadi kunci sekaligus edukasi berharga bagi masyarakat, hal ini menjadi langkah krusial lainnya bagi Pemerintah Era Baru Kota Sawahlunto. 


    WTBOS adalah kekayaan, peluang sekaligus momentum penting untuk memanfaatkannya sebagai objek untuk kesejahteraan masyarakat. Kebermanfaatan WTBOS sepenuhnya bergantung pada kita semua; Pemerintah Kota dan masyarakatnya. Selanjutnya mesti diletakkan menjadi sebuah keyakinan tertinggi bahwa dengan mengelola kekayaan budaya, kita bisa maju dan sejahtera, serta hidup dan menghidupi. 

    Respon paling konkret adalah pemerintah harus segera memastikan alokasi anggaran yang tepat dan mencukupi untuk sektor kebudayaan beserta dalam pelahiran program-programnya. 


    Tidak hanya harus dianggarkan pada Dinas Kebudayaan, namun bisa sangat mungkin berada pada OPD lainnya yang secara masif dan terstruktur melakukan upaya pemajuan kebudayaan. Pedoman umumnya tentu saja Dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) yang menjadi buah pemikiran bersama antara pemerintah dan masyarakat. Tanpa dokumen ini, maka perencanaan pembangunan pemerintah daerah di bidang kebudayaan pasti akan dilakukan serampangan (Andi Sumar Karman, Kompas 18/5/2024).


    PPKD sangat berbeda dengan dokumen-dokumen lainnya yang pasti juga pernah dilahirkan oleh pemerintah, baik baik pemerintah daerah (kota/kabupaten dan provinsi) maupun pemerintah pusat. Alasannya karena kebudayaan yang sifatnya universal dan menyentuh hampir seluruh sendi kehidupan di masyarakat, memerlukan upaya penanganan yang kolaboratif, baik antar stakeholder maupun antar OPD di daerah dan oleh seluruh lapisan masyarakat.


     Maka oleh itu, penyusunan dokumen PPKD sudah semestinya menjadi perhatian serius dari pemerintah.


    Di dalam PPKD akan tertuang seluruh potensi, harapan dan permasalahan dalam bidang kebudayaan. Lalu di dalamnya juga akan dituangkan berbagai rekomendasi untuk menyelesaikan persoalan dan memenuhi harapan masyarakat dalam bidang kebudayaan dimaksud. Melalui PPKD juga masyarakat, pelaku budaya, antar stakeholder dan antar OPD dapat melakukan pengawasan, evaluasi dan memantau setiap dinamika pembangunan kebudayaan yang dilakukan.


    Merujuk dari pemikiran di atas sudah semestinya pula Dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kota Sawahlunto untuk dimutakhirkan sebagaimana amanat Permendikbudristek Nomor 6 tahun 2023. Penyusunannya pun sudah semestinya patuh kepada Perpres Nomor 65 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyusunan PPKD serta Permendikbud Nomor 45 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan PPKD. Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) bukanlah kesimpulan atau pemikiran dari para ahli, para pemikir cemerlang atau rumusan tunggal para aparatur pemerintahan semata. PPKD adalah pemikiran bersama antara pemerintah dan masyarakat.


    Merumuskan program kerja di bidang kebudayaan butuh sebuah kemampuan untuk membayangkan, menyimpulkan, memetakan sekaligus meramalkan kondisi di masa depan dengan berbasiskan data.


     Satu-satunya cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah memberikan kebebasan seluruh pihak untuk berpendapat berdasarkan argumentasi Dalam arti yang luas dapat kita terjemahkan sebagai pemberdayaan masyarakat di bidang kebudayaan. 


    Tidak boleh ada satu pihak pun yang menghalangi orang untuk berfikir alternatif. Ruang-ruang diskusi mesti digelar di berbagai tempat dan dalam berbagai kesempatan. Imajinasi menjadi sangat penting untuk menciptakan terobosan yang sangat mungkin untuk melampaui zaman, maka dari sinilah fantasi futuristik pemerintahan era baru dapat terwujudkan.


    Seperti yang dikatakan Albert Einstein yang dikutip oleh Garin Nugroho (2024) pada pada pidato kebudayaanya; “imajinasi mampu membawa kita ke mana pun, tanpa batas, berbeda dengan ilmu pengetahuan baku yang harus teruji dan terukur. Imajinasi melewati batas-batas ketidakberdayaan dan ketidakmampuan.


     Imajinasi menciptakan kenyataan. Imajinasi bukan pelarian dari kenyataan, melainkan gabungan kompleks antara realitas dan spiritualitas yang menciptakan visi baru menjadi kenyataan. 


    Dapat disimpulkan bahwa strategi budaya akan bertumbuh dalam setiap aspek kehidupan jika pemerintah mampu membangun sistem imajinasi bersama yang mampu menerobos segala tantangan dan hambatan.”

    Sawahlunto, 06 Februari 2025

    Penulis : Pamong Budaya di Dinas Kebudayaan Kota Sawahlunto

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini